Dilematika Seleksi Perangkat Desa Serentak Kabupaten TTS - JEJAK HUKUM INDONESIA

Breaking News

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Rabu, 12 Juni 2019

Dilematika Seleksi Perangkat Desa Serentak Kabupaten TTS



"Antara Hukum, Moralitas dan Kepentingan"
                             
Oleh ; Yusak  Naitboho, SH

Timor Tengah Selatan mendadak euforia dengan disahkanya Perda No. 5 Tahun 2017 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa, dan Perbup No. 38 Tahun 2018 tentang Ketentuan Teknis Pelaksanaan Seleksi Perangkat Desa. Fakta ini sebelumnya dapat dilihat pada lingkungan sekitar tempat tinggal kita maupun isntansi-instansi pemerintahan, guna melengkapi berbagai dokumen formal yang ditentukan.

Selain itu isu ini menjadi viral dan terus berkembang dikalangan masyarakat hingga kini oleh karena tak kunjung dilanjutkan, namun tidak pernah dilihat fakta hukum yang terjadi.

Terdapat problem yang perlu dicermati dan dianalisis secara ilmiah; Pertama, Apakah Peraturan Bupati dan Keputusan Bupati diperbolehkan melangkahi Perda dan Peraturan yang lebih tinggi. Kedua; Analisis terhadap proses seleksi perangkat desa, Ketiga; Apakah yang harus dilakukan untuk mengatasi hal tersebut.

Pertama; Peraturan perundang-undangan tunduk pada asas hierarki yang diartikan suatu Peraturan perundang –undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan yang lebih tinggi kedudukannya yaitu; asas Lex Superior Derogat Lex Inferior.
Fakta ini dapat dilihat pada Undang-undang No. 12 tahun 2012 tentang Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan; (Psl. 7, menunjukan bahwa; UUD, UU, Perpu, PP, dan Perda ).

Rasio legisnya adalah: Perda harus tunduk pada PP maupun peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi kedudukannya. Demikian pula Perbup harus tunduk pada Perda maupun peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi kedudukannya.
Secara yuridis sebagaimana undang-undang pemerintahan daerah, Perda hanya dapat dibuat untuk menjalankan tugas Otonomi Daerah dan Tugas pembantuan, serta dalam keadaan tertentu dibuat untuk menjalankan kewenangan delegasi yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi kedudukannya.

Memang, kemudian dibuatkan konteks diluar hal tersebut, yakni dalam rangka menjalankan materi muatan lokal, tetapi tetap harus tunduk pada ketentuan peraturan perundang - undangan; (Permendagri No.80 tahun 2015 tentang Pembuatan Produk Hukum Daerah).

Demikian idealismenya, maka bagaimana dengan regulasi yang dipakai oleh Pemda  Kabupaten Timor Tengah Selatan dalam menjalankan kegiatan seleksi perangkat desa serentak saat ini ?

Fakta hukum pada Perda tentang perangkat desa.
 Persyaratan pengangkatan calon perangkat desa (Perda Vs Perbup)
Pasal 8 ayat 2 huruf b Perda No. 5 tahun 2017 dinyatakan bahwa;
“berusia 20 (dua puluh) tahun sampai dengan 42 (empat puluh dua) tahun pada saat pendaftaran”

Bunyi ketentuan ini diturunkan secara baku dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi kedudukannya, yaitu; Permendagri No. 83 tahun 2015 sebagaimana dirubah dengan Permendagri No. 67 tahun 2017 Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa, PP No. 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 6 tahun 2014, dan Undang-undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa. Artinya bahwa; secara konsisten bunyi pasal ini tunduk pada asas lex superior derogat ex inferior.

Bagaimana dengan Perbup Kabupaten TTS No. 38 tahun 2018 ? Pasal 6 dinyatakan bahwa; “Perangkat desa yang sementara menjabat dan berusia kurang dari 60 (enam puluh) tahun dapat diangkat sampai dengan usia 60 (enam puluh) tahun melalui proses seleksi”

Pertanyaan hukum paling pokok untuk bunyi pasal ini adalah: Peraturan perundang-undangan manakah yang dijadikan rujukan ? Sejauh kajian penulis tidak terdapat satu pun ketentuan yang mengatur, sekaligus membuka ruang untuk pelamar perangkat desa berusia diluar yang telah ditentukan (20 s/d 42 tahun), kecuali argumentasi subyektif dari yang diberi kuasa untuk membuat diluar yang ditentukan dengan pertimbangan sosial budaya, atau dengan kata lain penulis menyebutnya sebagai “pasal penghargaan bagi perangkat yang sementara aktif dan mau, untuk kembali mencalonkan diri”.

Disinilah sebenarnya salah satu letak ketidak sinkronan secara vertikal antara Peraturan Bupati TTS No. 38 tahun 2018 dengan Perda TTS No. 5 tahun 2017 yang sama-sama mengatur tentang Seleksi Perangkat Desa.

Oleh karena ketidak sinkronan ini, maka DPRD TTS seyogyanya memberikan saran untuk direvisi sesuai tugas dan fungsinya, sayangnya fakta hukum ini belum disadari oleh para para wakil rakyat yang ada di Kabupaten TTS. Apabila Perbup yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan dipaksakan untuk dijalankan maka konsekuensinya adalah setiap tindakan pemerintah yang diambil akan dinyatakan cacat hukum.

Kedua; Landasan hukum Proses seleksi perangkat desa yaitu 1).  Undang-undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa, 2). Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, 3).Permendagri No. 83 tahun 2015 tentang Pengangkatan dan pemberhentian Perangkat Desa, 4). Pasal 50 ayat (2) Undang-Undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa dirumuskan bahwa; “Ketentuan lebih lanjut mengenai perangkat desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 48, pasal 49, dan pasal 50 ayat (1) diatur dalam Peraturan Daerah kabupaten/Kota berdasarkan Peraturan Pemerintah.” Dengan demikian maka Perda mendapatkan kewenangan delegasi berdasarkan Peraturan Pemerintah;

Atas perintah Undan-undang Pemerintah Daerah membentuk Peraturan Daerah, kemudian muncullah: Peraturan Daerah Kabupaten Timor Tengah Selatan No. 5 Tahun 2017 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa, dan Peraturan Bupati Timor Tengah Selatan No. 38 tahun 2018 tentang Ketentuan Teknis Pelaksanaan Seleksi Perangkat Desa.

Surat terbaru Bupati Timor Tengah Selatan Nomor Pum.03.03.02/07/2019, Perihal Penundaan Seleksi Perangkat Desa, dengan pertimbangan menunggu selesainya Pelantikan Bupati dan wakil Bupati TTS terpilih. Kini proses pelantikan telah selesai, Bupati dan wakil bupati sudah bekerja selama 4 bulan, namun proses seleksi tak kunjung dilanjutkan. Masyarakat TTS lalu bertanya; kapan dan ada apa ?

Tentu sesuatu yang wajar dipertanyakan oleh karena sudah banyak jabatan perangkat desa Kabupaten TTS yang kosong, tentunya berdampak pada kegiatan pelayanan masyarakat di setiap desa.
Mekanisme Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa sesuai pasal 4 Permendagri No. 83 tahun 2015 tentang pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa, dijelaskan bahwa Pelaksanaan penjaringan dan penyaringan bakal calon perangkat desa dilaksanakan paling lama 2 (dua) bulan setelah jabatan perangkat desa kosong atau diberhentikan.

Siapakah yang mendapatkan kewenangan langsung oleh dan untuk melaksanakan ? Desa memiliki otonomi yang tertuang dalam Undang-undang No. 6 tahun 2014. Bupati TTS seharusnya tidak perlu melakukan “intervensi” kepada para Kepala Desa semisal dalam bentuk surat edaran penundaan proses seleksi karena justru akan membingungkan para Kepala Desa. Disatu sisi Kepala Desa harus menjalankan perintah undang-undang, disisi lain Pemkab menginstrusikan untuk melakukan/ tidak melakukan sesuatu, tentunya sangat dilematis bagi seorang Kepala Desa.

Fakta ini menjadi pertanyaan bagi sebagian masyarakat TTS sendiri tentang bagaimana kecermatan Bupati dalam melihat Peraturan perundang-undangan, bisa jadi Keputusan Bupati bertentangan Dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, melanggar hukum administrasi, dan bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.

Ketiga; Yang paling menarik ialah apa yang dilakukan atas kejadian yang telah terjadi. Negaralah yang harus hadir dalam bentuk kekuasaan dan bukan tindakan individu. Karena itu, kalaupun ada saran Bupati secara individual tentu tidak akan menyelesaikan masalah. Negara memiliki kewenangan masing-masing yang harus ditaati, Bupati tidak harus membuat surat atau keputusan-keputusan yang meresahkan rakyatnya, Sekda juga tidak harus melakukan pembiaran atau bertindak melebihi kewenagan Bupati. DPRD sebagai wakil Rakyat dituntut harus menjalankan fungsinya dengan baik karena ada kewenangan mengawasi jalannya Pemerintahan Daerah.

Pemerintah pusat dan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah harus menghadirkan diri dalam konsep yang lebih substansial mengawal Perda-perda dan Pertauran Kepala daerah serta memberikan pemahaman hukum kepada para Kepala Daerah.

Masyarakat TTS juga harus sigap dan kritis tehadap kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah daerah-nya melalui DPRD sebagai bentuk pengawasan.

Bahwasannya apa yang terjadi di TTS saat ini merupakan rangkaian peristiwa hukum yang berbeda-beda. Ketidak sinkronan antara Peraturan Bupati Kabupaten  TTS No. 38 tahun 2018 tentang Ketentuan Teknis Pelaksanaan Seleksi Perangkat Desa dengan Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, dugaan kecacatan dalam penjaringan perangkat desa (penetepan calon yang lolos seleksi administrasi) oleh Tim Seleksi, maupun tindak pidana. Proses seleksi perangkat desa di Kabupaten TTS harus segera dilangsungkan sesuai amanat Undang-undang yang berlaku, dengan kembali merevisi Perbup No. 38 tahun 2018. Sedangkan segala bentuk yang dianggap cacat dalam proses seleksi perangkat desa yang masuk dalam ranah administrasi dapat dilakukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara.(Redaksi)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad

Responsive Ads Here